Buku Tamu

Hari Perempuan Internasional

Diposkan oleh revolterdie
SEJAK 1978, PBB menetapkan 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Emansipasi gerakan perempuan internasional secara historis diawali oleh gerakan buruh perempuan Amerika Serikat (AS) yang menggeliat kuat di penghujung abad ke 19. 





Gugatan itu mendasari tuntutannya pada isu persamaan hak, kesetaraan gender, hak memilih dalam pemilu, dan representasi politik perempuan di parlemen.

Dalam konteks ideologis, gerakan perempuan internasional 8 Maret ditujukan untuk melawan dominasi budaya, eksploitasi sistem kapitalisme, dan proyek demokrasi liberal yang bias gender.

Dalam konteks sosial, kapitalisme praktis telah melahirkan praktik pemiskinan, diskriminasi, eliminasi, dan memperkuat budaya politik patriarki yang secara sistematik memarjinalisasi posisi sosial dan peran politik perempuan.

Tahun 1857, di kota New York, AS, ribuan buruh perempuan melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut perbaikan kondisi kerja. Demonstrasi itu mendapat dukungan penuh kaum feminis dan sosialis dunia. Gugatan buruh perempuan New York itu mendorong aksi solidaritas yang lebih besar dan terorganisir dari kelompok aktivis serikat buruh dan organ-organ gerakan perempuan di Eropa dan AS.

Tahun 1904 terbentuk International Women Suffrage Alliance yang menandai kian solid dan terorganisirnya gerakan perempuan di level global. Tahun 1907 di Stutgart, Jerman, diselenggarakan konferensi pertama perempuan sosialis Internasional.

Tahun 1908 di New York, AS, ribuan buruh perempuan kembali mengorganisasi demonstrasi yang menuntut perbaikan kesejahteraan dan kondisi kerja, hak pilih dan dipilih dalam pemilu serta menentang penggunaan pekerja anak.

Tahun 1910, di Kota Kopenhagen, Denmark, diselenggarakan konferensi kedua perempuan sosialis sedunia. Clara Zetkin, aktivis perempuan dan tokoh gerakan sosialis Eropa, mengajukan gagasan strategis untuk mengadopsi model gerakan buruh perempuan progresif AS, menetapkan 8 Maret sebagai Hari Perempuan International, dan menuntut hak pilih untuk semua orang sebagai simbol perjuangan.

Gagasan Zetkin membuahkan hasil. Perayaan Hari Perempuan Internasional pada 1911 dimeriahkan oleh demonstrasi massa di berbagai negara. 

Pada 1914 di Jerman, ribuan perempuan melakukan pawai akbar menentang Perang Dunia I. Ketika revolusi Bolsevik (1917) pecah di Russia, Hari Perempuan Internasional dirayakan dengan parade puluhan ribu massa yang menuntut hak atas pangan bagi perempuan dan anak.

Praktis, panggung politik dunia abad 19 merupakan periode penuh gejolak, yang marak protes, demonstrasi, dan pemogokan yang dimotori kaum buruh dan aktivis perempuan.

Di Indonesia, pada era kebangkitan nasional dan revolusi fisik, berbagai organisasi perempuan, yang kemudian meleburkan dirinya ke dalam Kongres Wanita Indonesia (Kowani), memberi kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa.

Meski isu utama gerakan kebangsaan Indonesia saat itu adalah perjuangan fisik mengusir penjajah, namun perempuan mendapat tempat terhormat dalam kancah revolusi nasional. Watak nasionalisme Indonesia tumbuh dalam semangat yang sensitif gender, egaliter, dan humanis.

Di era kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki organ-organ gerakan perempuan progresif dan berwatak nasionalis. Presiden Soekarno memberi dukungan penuh pada partisipasi dan peran politik perempuan, mengangkat tokoh perempuan ke berbagai jabatan politik dan pemerintahan, dan menjadikan 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Di samping Hari Ibu yang dirayakan setiap 22 Desember.

Di masa pemerintahan Soeharto, rezim Orde Baru membangun sistem politik korporatik yang berwatak sentralistik dan antidemokrasi. Berbagai organisasi perempuan yang bervisi progresif dibubarkan, melarang 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional, dan melakukan ‘sterilisasi’ sistematis atas peran politik perempuan.

Memasuki era reformasi 1998, kesetaraan gender kembali mendapat tempat dalam kebijakan negara. Berbagai produk perundangan negara properempuan dibuat, seperti tampak dalam regulasi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan (UU No 7/1984), pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional (Inpres No 9/2000), pemenuhan kuota perempuan dalam partai politik (UU No 31/2002), atau penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU No 23/2004).

Namun, implementasi atas peran, posisi, dan tanggung jawab perempuan kerap terbentur pada tata nilai dan tradisi mayoritas yang bias gender. Watak patriarki, politik domestifikasi, dan praktik antipartisipasi perempuan hingga kini masih begitu kuat mewarnai cara pikir masyarakat dan perilaku para elite di negeri ini.

Ke depan, paling tidak ada tiga prioritas kebijakan yang harus segera dilakukan pemerintah agar peringatan Hari Perempuan Internasional era reformasi tidak berlangsung hambar dan terkesan bersifaf simbolik seremonial.

Pertama, political will pemerintah untuk memperbesar partisipasi dan keterwakilan politik perempuan dalam berbagai sektor kehidupan publik, terutama melalui reformasi tata nilai sosial dan sistem budaya yang berwatak antiperempuan.

Kedua, kebijakan strategis untuk mengeluarkan perempuan dari situasi kemiskinan, eksploitasi, diskriminasi, dan berbagai bentuk tindak kekerasan, termasuk perluasan akses dan efektivitas penggunaan sumber daya ekonomi dan politik negara yang properempuan.

Ketiga, menghapus pandangan stereotip di level elite dan mayoritas masyarakat kita yang hingga kini masih memaknai peran dan fungsi perempuan sebatas urusan domestik (reproduktif), termasuk mendorong kebijakan pembangunan dan penganggaran yang responsif gender.

Maraknya kasus perdagangan perempuan, tingginya angka kematian ibu, menumpuknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan masih banyaknya buruh migran perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan adalah bagian kecil dari potret ketertindasan perempuan Indonesia yang terus menjadi drama kemanusiaan negeri ini. Selamat berjuang perempuan Indonesia!
 
Sumber : banjarmasinpost.co.id
Share |

Blog Archive

 

Langganan Via Email

Twitter icon facebook icon Digg icon Technorati icon facebook icon Delicious icon More share social bookmark service

Flag Counter

Blog Progress
Admin : Revolter Diehard
Blogger From : Indonesia, Jogjakarta
Status Now : Jangan Lupa Komentar and Follow "Blog Progress" ya, Tar Gw Pasti Komentar Balik

Sahabat Blog Progress